Tiba-tiba Adya menengadahkan tangan gerakan berdoa, kemudian menyapukan dua telapak tangannya ke muka, tersenyum pada saya … dan kembali menyusu
Ya …kira-kira seperti itu ketika saya memergoki Adya
anak saya sedang melakukan gerakan berdoa. Waktu itu Adya berusia sekitar 10
bulan. Senang dan terharu melihatnya, anak sekecil itu sudah bisa melakukan
gerakan berdoa. Walaupun mungkin di usianya Adya belum mengerti makna
menengadahkan tangan itu apa, paling tidak dia sudah belajar cara meminta dan
memohon pada Allah SWT dengan berdoa.
Kegiatan berdoa Adya sudah saya biasakan sejak di
dalam kandungan. Pada awal kehidupannya dirahim saya, detak jantung embrio (cikal bakal Adya)
sempat tidak terdeteksi alat USG, dokter meminta saya dan suami untuk datang
beberapa seminggu lagi untuk melihat perkembangan janin. Sedih sekali rasanya
padahal pada pemeriksaan pertama embrio sudah terlihat, perhitungan USG sudah
usia 6 minggu.
Dari hasil browsing
ada beberapa kemungkinan, bisa jadi Blighted
Ovum atau kehamilan kosong keadaan dimana terjadi kehamilan namun janin
tidak berkembang sehingga hanya dijumpai kantong rahim saja. Kemungkinan
lainnya bisa jadi tidak terdeteksi karena embrio masih terlalu kecil ukurannya
sehingga alat USG yang memang hanya 2 dimensi itu tidak dapat mendeteksinya.
Masih ada kemungkinan, ya… masih banyak kemungkinan kehidupan di rahim saya
masih ada.
Jeda waktu ke kontrol berikutnya saya gunakan untuk
memohon pada Allah akan keselamatan bakal anak saya. Allah yang memberi
kehidupan, mudah bagi Allah untuk mematikan atau menghidupkan calon anak saya.
Disetiap waktu-waktu berdoa saya elus perut saya dan mengajak calon anak saya
berdoa.
“Nak, ayo kita berdoa memohon keselamatan dan kesehatanmu pada Allah. Allah penciptamu, Dia yang memberimu kehidupan. Ayo kita berdoa bersama supaya kamu bisa terlahir untuk menemani Mamah”
“Ya Allah… Sehatkan calon anakku, beri kehidupan padanya, karuniakan dia untuk keluarga kecil kami, amin”
Alhamdulillah doa saya, doa calon anak saya, doa
suami, doa kami dikabulkan Allah. Pada kontrol berikutnya, denyut jantung
terlihat jelas. Bulatan hitam dirahim saya terlihat berpedar-pedar tanda bahwa
jantunya berdenyut. Waktu itu kami cek kehamilan memang bukan di rumah sakit,
hanya di dokter kandungan yang praktek di dekat rumah, dia tidak memiliki Fetal Doppler untuk mendengarkan detak jantung janin jadi hanya
mengandalkan USG 2 dimensi yang dia miliki. Terimakasih Allah…
Masih di trimester pertama saya mengandung Adya, kami
diuji lagi dengan tidak bekerjanya suami saya. Ada beberapa alasan di kantornya
saat itu yang berhubungan dengan prinsip dan harga dirinya sehingga suami saya
memutuskan untuk berhenti bekerja. Bayangkan disaat hamil muda, saat kondisi
hormon dan psikologis sedang tidak menentu, saat butuh biaya lebih untuk persiapan
melahirkan dan kontrol kandungan ternyata saya menghadapi kenyataan suami tidak
bekerja. Apalagi melihat kenyataan bahwa di jaman sekarang mencari pekerjaan
itu bukan hal mudah sedangkan untuk berwiraswasta kami belum punya modal.
Dibalik ikhtiar suami, saya berdoa, saya ajarkan Adya berdoa.
Saya ajak Adya yang masih dirahim bangun tahajjud
mengalahkan rasa malas, mengantuk dan lelah yang teramat sangat setelah
seharian bekerja. Disela-sela bekerja, saya ajak Adya berdhuha mengalahkan rasa
mual akibat morning sickness yang
memang parah-parahnya ada di waktu-waktu dhuha. Saya ajak Adya berdoa memohon
kemudahan rezeki suami saya, papahnya Adya.
“Nak, yuk kita doakan papah supaya cepat dapat kerja lagi. Kita doakan papah supaya rezekinya mengalir untuk mu”
Satu setengah bulan kemudian, doa kami terjawab. Suami
mendapatkan pekerjaan lagi bahkan sekaligus di dua tempat, dua-duanya bagus
tinggal kami memilih saja yang paling mudah aksesnya dengan tempat tinggal kami
dan yang tunjangan kesehatan bagi ibu dan anak karyawannya lebih banyak. Bersyukur
akhirnya melalui pekerjaannya tersebut saya bisa kontrol hamil dan melahirkan
dengan fasilitas yang memadai … mmm lebih dari memadai bagi saya. Terimakasih
ya Allah, Kau jawab doa kami.
Begitulah saya mengajari Adya berdoa sejak berada di
dalam rahim saya. Saya ajak berkomunikasi, saya ajak bicara. Karena janin sudah
mendengar apa yang ibunya katakan, maka saya berusaha mengajari Adya berdoa
mengajarinya meminta hanya pada Allah sejak dia masih di kandungan. Menurut
sumber yang saya baca rahim ternyata menjadi tempat yang luar biasa bagus untuk
merangsang bayi dalam banyak hal, seperti di sekolah, karena banyak hal yang
dipelajari bayi selama didalam kandungan. [i]
“Pelajaran Berdoa” Adya saya lanjutkan ketika Adya
sudah lahir. Seperti halnya di dalam kandungan, Adya bayi pun saya ajak
berkomunikasi, saya ajak berdoa. Mulai dari doa sehari-hari seperti ketika mau
menyusu, mau tidur, mau mandi. Pun ketika usia 3 bulan adya terdeteksi terdengar
murmur di jantungnya (suara desir jantung karena ada aliran darah melewati
bilik-bilik jantung).
Masya Allah, murmur yang saya tahu biasanya terdengar
pada bayi yang bocor jantung. Oleh dokter anak kami dirujuk untuk melakukan USG
jantung. Dari hasil browsing dan diskusi dengan dokter anak, heart murmur tidak selamanya berbahaya,
pada bayi 3 bulan masih ada kemungkinan perkembangan jantungnya belum sempurna
jadi melalui stetoskop ada beberapa yang terdengar murmur. Beri ASI terus
supaya sel-sel dijantung berkembang dan menutupi kebocoran tersebut, begitu
saran dokter anak.
Maka ikhtiar yang saya lakukan adalah memberi ASI
sesering dan sebanyak mungkin dengan pelekatan yang benar sehingga ASI bisa
keluar dengan maksimal dan Adya pun meminumnya dengan maksimal. Tentunya tak
lupa kami berdoa, saya ajak adya untuk berdoa supaya desiran jantungnya
termasuk yang tidak berbahaya. Seminggu kemudian kami melakukan USG jantung,
Alhamdulillah hasil echocardiogram menunjukkan kalau desir jantung tersebut
inosen, tidak berbahaya.
Ketika mau tidur, biasanya saya ajak adya berdoa. Pertama
saya contohkan mengangkat tangan gerakan doa sambil membaca “bismika allahum
ahya wabismika amut, amin” diakhiri dengan mengusapkan telapak tangan ke wajah.
Kemudian gerakan tersebut saya praktekkan ke Adya, setelah itu dia menyusu dan
tidur. Berulang-ulang kebiasaan itu saya lakukan, hingga akhirnya di usia 10
bulan Adya mahir melakukannya sendiri.
Saya pernah membaca sebuah hadist :
“Doa adalah otaknya ibadah” HR. Tirmidzi
Semoga ibadah pertama yang bisa Adya lakukan sendiri
ini bisa menjadi awal yang baik hingga saat dia dewasa. Bisa mengajarkan Adya
bahwa hanya Allah satu-satunya tempat meminta, bukan pada mahluknya atau
memohon pada kemusyrikan. Mengajarkan Adya bahwa Allah lah tempat bergantung
disaat kesulitan, mengajarkan Adya tentang tauhid. Semoga kelak doa Adya bisa
menyelamatkan kami orang tuanya dari siksa api neraka.
Nak, teruslah berdoa, gantungkan permohonan dan
harapanmu hanya pada Allah ta’ala.
“yuk sayang Mamah ajarkan doa lagi, Robbi firli wali wali daya warhamhuma kama robbaya ni soghiroh... amin...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar