Jumat, 30 Maret 2012

ADYA BERDOA


Tiba-tiba Adya menengadahkan tangan gerakan berdoa, kemudian menyapukan dua telapak tangannya ke muka, tersenyum pada saya … dan kembali menyusu
 
Ya …kira-kira seperti itu ketika saya memergoki Adya anak saya sedang melakukan gerakan berdoa. Waktu itu Adya berusia sekitar 10 bulan. Senang dan terharu melihatnya, anak sekecil itu sudah bisa melakukan gerakan berdoa. Walaupun mungkin di usianya Adya belum mengerti makna menengadahkan tangan itu apa, paling tidak dia sudah belajar cara meminta dan memohon pada Allah SWT dengan berdoa.

Kegiatan berdoa Adya sudah saya biasakan sejak di dalam kandungan. Pada awal kehidupannya dirahim saya,  detak jantung embrio (cikal bakal Adya) sempat tidak terdeteksi alat USG, dokter meminta saya dan suami untuk datang beberapa seminggu lagi untuk melihat perkembangan janin. Sedih sekali rasanya padahal pada pemeriksaan pertama embrio sudah terlihat, perhitungan USG sudah usia 6 minggu. 

Dari hasil browsing ada beberapa kemungkinan, bisa jadi Blighted Ovum atau kehamilan kosong keadaan dimana terjadi kehamilan namun janin tidak berkembang sehingga hanya dijumpai kantong rahim saja. Kemungkinan lainnya bisa jadi tidak terdeteksi karena embrio masih terlalu kecil ukurannya sehingga alat USG yang memang hanya 2 dimensi itu tidak dapat mendeteksinya. Masih ada kemungkinan, ya… masih banyak kemungkinan kehidupan di rahim saya masih ada.

Jeda waktu ke kontrol berikutnya saya gunakan untuk memohon pada Allah akan keselamatan bakal anak saya. Allah yang memberi kehidupan, mudah bagi Allah untuk mematikan atau menghidupkan calon anak saya. Disetiap waktu-waktu berdoa saya elus perut saya dan mengajak calon anak saya berdoa.  
“Nak, ayo kita berdoa memohon keselamatan dan kesehatanmu pada Allah. Allah penciptamu, Dia yang memberimu kehidupan. Ayo kita berdoa bersama supaya kamu bisa terlahir untuk menemani Mamah”
“Ya Allah… Sehatkan calon anakku, beri kehidupan padanya, karuniakan dia untuk keluarga kecil kami, amin”
Alhamdulillah doa saya, doa calon anak saya, doa suami, doa kami dikabulkan Allah. Pada kontrol berikutnya, denyut jantung terlihat jelas. Bulatan hitam dirahim saya terlihat berpedar-pedar tanda bahwa jantunya berdenyut. Waktu itu kami cek kehamilan memang bukan di rumah sakit, hanya di dokter kandungan yang praktek di dekat rumah, dia tidak memiliki Fetal Doppler untuk mendengarkan detak jantung janin jadi hanya mengandalkan USG 2 dimensi yang dia miliki. Terimakasih Allah…

Masih di trimester pertama saya mengandung Adya, kami diuji lagi dengan tidak bekerjanya suami saya. Ada beberapa alasan di kantornya saat itu yang berhubungan dengan prinsip dan harga dirinya sehingga suami saya memutuskan untuk berhenti bekerja. Bayangkan disaat hamil muda, saat kondisi hormon dan psikologis sedang tidak menentu, saat butuh biaya lebih untuk persiapan melahirkan dan kontrol kandungan ternyata saya menghadapi kenyataan suami tidak bekerja. Apalagi melihat kenyataan bahwa di jaman sekarang mencari pekerjaan itu bukan hal mudah sedangkan untuk berwiraswasta kami belum punya modal. Dibalik ikhtiar suami, saya berdoa, saya ajarkan Adya berdoa.

Saya ajak Adya yang masih dirahim bangun tahajjud mengalahkan rasa malas, mengantuk dan lelah yang teramat sangat setelah seharian bekerja. Disela-sela bekerja, saya ajak Adya berdhuha mengalahkan rasa mual akibat morning sickness yang memang parah-parahnya ada di waktu-waktu dhuha. Saya ajak Adya berdoa memohon kemudahan rezeki suami saya, papahnya Adya.
“Nak, yuk kita doakan papah supaya cepat dapat kerja lagi. Kita doakan papah supaya rezekinya mengalir untuk mu”
Satu setengah bulan kemudian, doa kami terjawab. Suami mendapatkan pekerjaan lagi bahkan sekaligus di dua tempat, dua-duanya bagus tinggal kami memilih saja yang paling mudah aksesnya dengan tempat tinggal kami dan yang tunjangan kesehatan bagi ibu dan anak karyawannya lebih banyak. Bersyukur akhirnya melalui pekerjaannya tersebut saya bisa kontrol hamil dan melahirkan dengan fasilitas yang memadai … mmm lebih dari memadai bagi saya. Terimakasih ya Allah, Kau jawab doa kami.

Begitulah saya mengajari Adya berdoa sejak berada di dalam rahim saya. Saya ajak berkomunikasi, saya ajak bicara. Karena janin sudah mendengar apa yang ibunya katakan, maka saya berusaha mengajari Adya berdoa mengajarinya meminta hanya pada Allah sejak dia masih di kandungan. Menurut sumber yang saya baca rahim ternyata menjadi tempat yang luar biasa bagus untuk merangsang bayi dalam banyak hal, seperti di sekolah, karena banyak hal yang dipelajari bayi selama didalam kandungan. [i]

“Pelajaran Berdoa” Adya saya lanjutkan ketika Adya sudah lahir. Seperti halnya di dalam kandungan, Adya bayi pun saya ajak berkomunikasi, saya ajak berdoa. Mulai dari doa sehari-hari seperti ketika mau menyusu, mau tidur, mau mandi. Pun ketika usia 3 bulan adya terdeteksi terdengar murmur di jantungnya (suara desir jantung karena ada aliran darah melewati bilik-bilik jantung). 

Masya Allah, murmur yang saya tahu biasanya terdengar pada bayi yang bocor jantung. Oleh dokter anak kami dirujuk untuk melakukan USG jantung. Dari hasil browsing dan diskusi dengan dokter anak, heart murmur tidak selamanya berbahaya, pada bayi 3 bulan masih ada kemungkinan perkembangan jantungnya belum sempurna jadi melalui stetoskop ada beberapa yang terdengar murmur. Beri ASI terus supaya sel-sel dijantung berkembang dan menutupi kebocoran tersebut, begitu saran dokter anak.

Maka ikhtiar yang saya lakukan adalah memberi ASI sesering dan sebanyak mungkin dengan pelekatan yang benar sehingga ASI bisa keluar dengan maksimal dan Adya pun meminumnya dengan maksimal. Tentunya tak lupa kami berdoa, saya ajak adya untuk berdoa supaya desiran jantungnya termasuk yang tidak berbahaya. Seminggu kemudian kami melakukan USG jantung, Alhamdulillah hasil echocardiogram menunjukkan kalau desir jantung tersebut inosen, tidak berbahaya.

Ketika mau tidur, biasanya saya ajak adya berdoa. Pertama saya contohkan mengangkat tangan gerakan doa sambil membaca “bismika allahum ahya wabismika amut, amin” diakhiri dengan mengusapkan telapak tangan ke wajah. Kemudian gerakan tersebut saya praktekkan ke Adya, setelah itu dia menyusu dan tidur. Berulang-ulang kebiasaan itu saya lakukan, hingga akhirnya di usia 10 bulan Adya mahir melakukannya sendiri.

Saya pernah membaca sebuah hadist :
Doa adalah otaknya ibadah” HR. Tirmidzi
Semoga ibadah pertama yang bisa Adya lakukan sendiri ini bisa menjadi awal yang baik hingga saat dia dewasa. Bisa mengajarkan Adya bahwa hanya Allah satu-satunya tempat meminta, bukan pada mahluknya atau memohon pada kemusyrikan. Mengajarkan Adya bahwa Allah lah tempat bergantung disaat kesulitan, mengajarkan Adya tentang tauhid. Semoga kelak doa Adya bisa menyelamatkan kami orang tuanya dari siksa api neraka.

Nak, teruslah berdoa, gantungkan permohonan dan harapanmu hanya pada Allah ta’ala.
“yuk sayang Mamah ajarkan doa lagi, Robbi firli wali wali daya warhamhuma kama robbaya ni soghiroh... amin...”





Tidak ada komentar:

Posting Komentar